“They always keep their guards up. Semua yang aneh itu mengancam. Orang yang baru itu harus dikarantina sebelum diizinkan masuk. Semakin tinggi pagar, semakin baik.” – hlm. 9
.
Photo by : hddesktopwallpapers
*
Judul : Jakarta Sebelum Pagi
Penulis : Ziggy Zesyazeoviennazabrizkie
Penyunting : Septi WS
Desainer Sampul : Teguh
Penata Isi : Tim Desain Broccoli
Penerbit : Grasindo
Cetakan : Kedua, Februari 2017
Jumlah Halaman : 272 halaman
ISBN : 978-602-375-844-9
*
Mawar, hyacinth biru (bunga ini bisa kamu lihat di featured image posting-an ini), dan melati. Dibawa balon perak, tiga bunga ini diantar setiap hari ke balkon apartemen Emina. Tanpa pengirim, tanpa pesan; hanya kemungkinan adanya stalker mencurigakan yang tahu alamat tempat tinggalnya.
Ketika—tanpa rasa takut—Emina mencoba menelusuri jejak sang stalker, pencariannya mengantarkan dirinya kepada gadis kecil misterius di toko bunga, kamar apartemen sebelah tanpa suara, dan setumpuk surat cinta berisi kisah yang terlewat di hadapan bangunan-bangunan tua Kota Jakarta.
*
“Persepolis is a ruin, but it’s beautiful.” – hlm. 153
Emina—yang mengingatkan saya pada merek lip cream warna-warni—adalah gadis paling absurd yang ada. Sejauh ini, saya belum pernah bertemu dengan gadis se-absurd itu. Menurut Nissa, teman sekantornya, Emina tidak termasuk dalam golongan orang lokal Jakarta karena dia punya rasa penasaran yang lebih tinggi dari pohon kelapa dan imajinasi yang kelewat liar. Makanya dia menganggap mawar, hyacinth biru dan melati yang diikat ke balon perak kemudian sampai di depan jendela apartemennya itu adalah sebuah keromantisan.
Benda-benda itu membuat dirinya nekat mencari tahu tentang stalker—si pengirim bunga—dan membawanya bertemu dengan Suki, anak perempuan berusia 12 tahun tapi punya pemikiran 21 tahun (saya sempat berpikir dia minum APTX 4869 terus jadi kecil kayak Sinichi Kudo, ternyata nggak). Emina juga bertemu dengan Abel—anak produk perang yang fobia suara dan fobia sentuhan, juga Pak Meneer, kakek-kakek Belanda yang ada di Rumah Para Jompo. Dan mereka semua membuat Emina terlibat dengan sebuah misteri surat-surat berlatarkan Jakarta di zaman dahulu kala.
*
Setelah selesai membaca novel ini, satu hal yang berputar-putar di benak saya adalah Ziggy gila! Dari mana dia bisa punya ide menuliskan cerita absurd yang kompleks, penuh misteri, membangkitkan imajinasi pembaca tetapi dengan cara yang santai, dan cenderung jenaka karena novel ini berhasil bikin saya ketawa-ketawa di bus.
Emina adalah karakter yang unik. Dia bukan satu-satunya karakter unik tentunya. Semua karakter pada novel JSP unik cenderung absurd. Emina adalah gadis yang rela membandingkan dirinya dengan babi. Berkat Emina, novel JSP adalah novel dengan kata babi terbanyak yang pernah saya baca. Iya, semua hal disandingkannya dengan babi. Babi steril, babirusa, juga yan pi. Sangat disayangkan tidak ada babi panggang, BPK, atau babi kecap di sini, kalau sampai ada, saya pasti sudah kelaparan. Oke, fokus!
Selain itu, ada Suki. Gadis yang terlalu cepat dewasa. Saya nggak bisa bilang ini baik atau nggak. Tetapi Suki dalam bayangan saya cukup imut. Bayangkan rambut panjang lurus (dan waktu menulis ini, di depan saya ada anak perempuan, putih, rambut panjang hitam lurus. Cantik. Mungkin dia jelmaan Suki, atau anak penjaga mess. Entahlah.), kulit halus seperti porselen. Salahkah jika saya membayangkan boneka Susan? Salah deh kayaknya. Boneka Susan itu menyeramkan, sementara Suki dalam bayangan saya itu imut. Suki suka membuat teh, pintar memasak dan membuat kue yang membuat saya ngiler ketika baca novel ini.
Kemudian karakternya ada Abel. Abel ganteng, buktinya Nissa mau menjadikan dia sebagai simpanan (yang tentunya nggak akan disetujui Suki). Abel fobia pada suara dan sentuhan karena dia anak produk perang. Bagaimana bisa Abel hidup di Jakarta, kota yang ramainya minta tolong. Bayangkan, bagaimana tersiksanya Abel. Dan dia melalui itu, meskipun akhirnya hanya diam di kamar apartemennya yang terletak di sebelah kamar Emina. Tapi, Abel romantis, setidaknya menurut saya.
Karakter lainnya ada Pak Meneer, Datuk, Nin, Kak Keiko, dan masih banyak yang lainnya. Dan mereka semua punya hal unik dalam diri mereka. Sumpah, saya sampai sekarang masih geleng-geleng kepala dengan kemampuan Ziggy menciptakan karakter-karakter luar biasa dalam JSP ini.
Karya Ziggy ini merupakan novel ketiga yang saya baca setelah Di Tanah Lada dan Semua Ikan di Langit. Dan sejauh ini, saya paling suka novel ini! Kenapa? Karena saya merasakan letupan-letupan ketika saya membacanya. Mungkin karena novel ini absurd, lucu, dan alurnya terasa pas—tidak cepat dan tidak lambat.
Sampul cetakan pertamanya mirip dengan sampul I’ll Give You The Sun milik Nicola Yoon. Lucu sih sampulnya, tapi saya lebih suka sampul cetakan keduanya. Biru dan terkesan bersih, apik.
Selain menuliskan tentang misteri surat-surat dari halaman terakhir buku yang disobek, buku ini juga menyelipkan informasi tentang Jepang, terutama perihal upacara minum teh yang dilakukan Suki. Juga informasi mengenai Jakarta zaman dahulu.
Di samping informasi-informasi tersebut. Saya menyukai gaya bercerita Ziggy. Dengan banyak kalimat yang terkadang menyindir masyarakat zaman sekarang. Saya nggak bisa menghitung berapa kali mengambil screenshot dari novel ini. Jangan bingung, saya baca JSP di Scoop lewat Scoop Premium, jadi bisa screenshot bagian-bagian favorit saya di sini.
Kalau kamu nggak bermasalah dengan cerita absurd yang sedikit gila, kamu wajib baca novel ini. Dan sebagai sedikit bocoran, saya masukkan beberapa kalimat atau bagian favorit saya di dalam novel ini.
-
- “Waktu masih kecil, semua orang perhatian. Tapi, begitu dewasa, sedikit demi sedikit, kamu hilang dari pandangan. Makanya, orang dewasa pakai makeup, berdandan rapi, pakai baju bagus. Karena kalau nggak, nggak akan ada yang melihat mereka. Penampilan, bagi orang dewasa, itu seperti baju untuk manusia transparan—membuat orang sadar kalau mereka ada.” – hlm. 40-41
-
- “Bukannya menemukan orang yang bersedia menghabiskan waktu untuk mendengarkan kamu itu lebih penting daripada memaksakan diri untuk dilihat orang yang bahkan nggak peduli?” – hlm. 43
-
- “Bukan cuma isolasi, dibesarkan di setting keluarga yang kurang tradisional juga berpengaruh dengan melipirnya pola pikir dan akal sehat.” – hlm. 69
-
- “Kadang-kadang orang membaca buku supaya dikira pintar. Lalu mereka membaca buku sastra terkenal, buku yang mendapatkan penghargaan. Dan, meskipun mereka nggak menyukainya, mereka bilang sebaliknya karena ingin dianggap bisa memahami pemikiran sastrawan kelas atas. Ini adalah hal bodoh. Jangan pernah membaca karena ingin dianggap pintar; bacalah karena kamu mau membaca, dan dengan sendirinya kamu akan jadi pintar.” – hlm. 72
-
- “Kesedihan nggak bisa dibandingkan.” – hlm. 82
-
- “…yang menakutkan dari pada apa yang kita takutkan adalah kalau kita terus-terusan merasa takut.” – hlm. 136
-
- Persepolis is a ruin, but it’s beautiful.” – hlm. 153
-
- “You’re damaged too. But that’s what makes you special. Some things are better damaged.” – hlm. 153
-
- “Good thing about relationship is, you’re never doing it alone.” – hlm. 175
-
- “Cara bertemu yang luar biasa menunjukkan kesempatan untuk mengalami sesuatu yang luar biasa.” – hlm. 178
- “Yǒu yuan wú fèn. Ketika dua orang yang dinasibkan untuk berjodoh berhasil saling menemukan, tetapi juga ditakdirkan untuk berpisah.” – hlm. 248
Cheers,
dhamalashobita
Leave a Reply