.
Apakah kita cukup dekat untuk dapat dikatakan dekat?
*
Seseorang pernah mengatakan jika hati adalah rumah. Maka kita si pemilik rumah, adalah seseorang yang memegang kuncinya. Sebelumnya, rumah itu tidak lengkap, tidak memiliki dinding, pintu, maupun jendela. Rumah menyatu dengan alam, tidak ada batasan yang membedakan. Lambat laun itu mengganggu. Siapa pun datang, kemudian merusak apa pun yang terlihat, mengambil apa pun yang ada di dalam rumah, kemudian dengan mudah mengatakan bahwa mereka mengambilnya dari luar. Begitu yang terjadi ketika rumah itu tidak memiliki dinding.
Kemudian kau menciptakan dinding. Tapi dengan dinding, kau butuh pintu untuk membiarkan orang masuk. Mulanya, semua orang dapat masuk. Mereka bisa masuk dan keluar kapan pun juga. Saking banyaknya orang yang masuk, kau tidak lagi tahu siapa yang benar-benar datang untuk bercengkerama, menghabiskan sore hari yang lengang dengan segelas the dalam cangkir keramik, dan siapa yang datang untuk meminjam barang kemudian tidak mengembalikannya. Beberapa mungkin juga datang untuk mencoret dinding rumahmu kemudian pergi.
Karena itulah kau mulai berhati-hati. Karena itu, kau butuh jendela.
Jendela kau perlukan untuk mengintai. Kau belajar untuk mengunci pintu rumahmu, kemudian membiarkan orang mengetuk. Selanjutnya, kau akan menengok lewat jendela, dan membuka perlahan pintu rumahmu. Tak selalu datang domba, meskipun kau berekspektasi akannya. Terkadang serigala memilih singgah, dan kau tetap membukakannya, karena ketika mengetuk, wujudnya masih serupa domba. Jika harimau yang datang, kau memilih bersembunyi, meskipun dinding rumahmu habis tersayat cakarnya.
Aku adalah tamu yang berkunjung. Aku adalah dia yang dipersilakan masuk dengan ramah, duduk di ruang tamu dan berbincang hangat. Aku tidak merusak dinding, memecahkan jendela kaca, pun mencuri beberapa bagian di dalam rumah. Waktu bergulir sampai habis, keesokan harinya aku datang dan datang lagi, membentuk repetisi. Jika kau tanya aku bentuk rumahmu, aku tahu dengan jelas. Di mana letak dapur, kamar tidur, meja persegi kecil berkaki empat. Aku tahu semuanya. Tapi aku melewati satu hal.
Bertahun-tahun aku menjadi tamu, menganggap rumahmu sebagai rumahku sendiri dan masih aku dibingungkan oleh keberadaan ruang di satu lorong sempit. Pintunya tertutup dan aku sama sekali tidak pernah melihatmu membukanya. Seketika aku merasa bukan apa-apa. Mungkin aku singgah tiga ratus enam puluh lima hari dalam setahun, tapi mengapa tak pernah sekalipun aku menyadari keberadaan ruangan di sudut gelap rumah itu. Aku sadar cerah dinding berwarna lemon, tahu keberadaan pemutar musik yang membuat hati tenang ketika bercengkerama panjang lebar, bahkan aku tahu lukisan tersembunyi yang mampu membuatmu tertawa. Tetapi aku melupakan kegelapan. Aku lupa hitam di antara putih. Lupa bagian minor di balik bagian major. Terlalu yakin pada apa yang kupercaya hingga mengabaikan apa yang sebenarnya ada.
Dan ketika aku sadar, tidak ada yang bisa kulakukan untuk membuat diriku mengetahui bagian tergelapnya. Aku bertanya, kau tak menjawab. Bagian gelap di ujung lorong, mungkin ketika aku membukanya, aku akan melihat tebing curam dan langit, juga sayap rumah yang bisa terbang ke tempat di mana tidak ada manusia yang saling bersembunyi dalam kegelapannya. Atau terbang ke tempat di mana tidak ada siapa-siapa.
Tapi ketika aku menatap semakin lekat, kau dan kebingunganmu membuatku tak lagi mengerti. Aku bertanya di mana kau simpan kunci ruang terakhir itu, dan kau sama sekali tidak tahu. Mungkin sebenarnya tidak pernah ada yang tahu di mana kunci terakhir itu berada, tidak ada yang bisa tahu apa yang ada di balik ruangan terakhir itu. Dirimu adalah seorang empunya yang tak pernah habis mengeksplor rumahmu sendiri, karena kau tak pernah membuka satu ruang itu. Tidak ada kunci yang kau simpan, tidak ada yang tahu bagian tergelap dalam hatimu.
Dan ketika aku semakin kuat berusaha mendobrak pintu itu bersamamu, rumahmu tiba-tiba saja menghilang, berganti ruang kosong berwarna putih. Dan kita tak lagi tahu di mana kita berpijak.
***
Gnossienne n. a moment of awareness that someone you’ve known for years still has a private and mysterious inner life, and somewhere in the hallways of their personality is a door locked from the inside, a stairway leading to a wing of the house you’ve never fully explored-an unfinished attic that will remain maddeningly unknowable to you, because ultimately neither of you has a map, or a master key, or any way of knowing exactly where you stand.
[The Dictionary of Obscure Sorrows – John Koenig]
Karra
Awww…. diksinya Mala makin wow….. ^^
aku suka monolognya dan juga deskripsinya…. cuma….. menurut aku ini : “tiga ratus enam puluh lima hari dalam setahun” kayak pemborosan kalimat. wkwkw
maaf ya mala, aku ngerusuh. haha
dhamalashobita
Aaaak baru bisa bales ini. Makasih Kak Kiki udah mampir π
Itu pengulangan biar efeknya dua kali lipat. Bahahaha. Tapi iya sih, boros. makasih koreksinya ya, kak.. :DD
Adelma
halo malaaaa. wah ini jleb banget sih. huhuhu.
emang sih, kadang kita merasa sangat mengenal seseorang hanya karena kita udah lama bareng sama orang itu. padahal mah … dikasih waktu seumur hidup pun kayaknya masih kurang cukup untuk mengenal seseorang eee eee ee nisa ngelantur wgwgwg maaf ya mal. tapi asli aku suka banget dengan solilokuinya, relate sama akulah pokonya. keep writing yaw.
dhamalashobita
Iya, Nis. Rasanya dikasih waktu seumur hidup juga nggak akan cukup buat mengenal orang. Hehehe. Thank you udah mampir, Nis XD
S. Sher
Hi kak π
Tbh aku mau ngasih poin ++++++ karena ini isinya semua perumpamaan, tapi gak bikin bingung atau aneh-aneh. Simply beautiful β‘
Terus aku percaya bahwa everyone has a secret they keep for their own self, kadang sesuatu yang kita sendiri gak sadar kita punya. Jadi mikir lagi gara-gara tulisan kakak he he.
Keep making something amazing, kak! β‘β‘
dhamalashobita
Halo, Sher! Thank you udah mampir ya.. π
Yes, everyone has their own secret. Hehe.
Thanks once again, Sher. π
fikeey
malaaaaaa :”) bentar ah mau peluk mala dulu bikos… setuju sama sher, semua orang punya rahasia yang nggak pengen dibagi (and when i said ga pengen dibagi, literally yang terus dia simpen aja buat dirinya sendiri) (I know dat feeling, bikos aku punya rahasiaku sendiri, yang mungkin kalo temen-temen deketku tau, mereka bakal ngga habis pikirlah hahahaha). tapi aku sendiri juga ngerasa belom sepenuhnya “kenal” sama orang-orang terdekat aku haha. duh pokoke ini banyak perumpamaannya tapi tapi cantik bangetttt dan nggak bikin bingung sama sekali. ah pokoknya kusuka sekali mal! keep writing ya malaaaa <3
dhamalashobita
Fikaaa haiii.. π
Aku malahan takut banget perumpamaan ini bikin orang-orang bingung. Hahaha.
Thank you udah mampir ya, Fik.
Iya, meskipun ga bisa sepenuhnya kenal, kita bisa mencoba mengenal mereka sepenuhnya. Maksimalin aja. Mungkin itu yang bisa kita lakuin. hehehe
myk
kak malaaa, aku mampir-aku mampir. why aku harus baca solilokui di pagi-pagi begini, ini bisa relate banget sama aku, kak mal. jangankan orang lain, orangtua aja yang sejak lahir udah barengan, bisa aja ada hal yang belum kita tau tentang mereka. semua orang punya rahasianya sendiri, kan?
diksinya ih, aku sukaa. perumpamaannya buat aku mikir lagi kali aja ada bakat terpendam yang kita punya, karena tbh, kita sendiri si pemilik rumah pun, terkadang masih bisa tersesat selama apa pun kita tinggal di dalamnya. wah, aku kaya dapat renungan pagi setelah baca ini.
keep writing kak malaaaaa <3
dhamalashobita
Renungan pagi.. wkwkwk xD
Iya, aku juga sering mikir jangan2 aku punya sesuatu yang aku nggak tau . Hehehe.
Thanks uda mampir, Vanaaaa