
jack of all trades
It’s been a looooong time since people called me ‘multitalented’. Sudah lamaaaa banget juga sebutan itu menghilang dari saya. Sampai beberapa waktu belakangan, saya kembali mendengarnya setelah ‘nekad’ ikut lomba akustik di kompleks. Waktu masih duduk di bangku sekolah, saya sering banget dibilang multitalented atau istilah lainnya adalah Jack of All Trades atau generalis. Istilah jack of all trades adalah istilah yang disematkan untuk orang-orang yang punya bermacam-macam talent atau kebisaan, tapi tidak ada satu pun yang benar-benar dikuasai (mastery). Banyak yang menyebut istilah ini dengana Jack of All Trades, Master of None. Karena orang-orang jack of all trades rata-rata tidak memiliki keahlian cukup untuk disebut sebagai ahli, meskipun mereka bisa.
Saya mengakui diri saya sendiri sebagai seorang jack of all trades atau generalis, yang mana membuat saya sadar tentang mengapa waktu sekolah dulu, saya (yang SYUKUR BANGEEET) bisa selalu jadi juara kelas. Seperti yang pernah dibahas Mbak Puty di blognya, sama seperti beliau, para jack of all trades diuntungkan oleh kurikulum di Indonesia yang membuat kita belajar berbagai jenis mata pelajaran. Dari menghapal sampai menghitung, saya bisa. Tapi bukan berarti saya mendalami salah satunya. Saat menulis ini, saya juga sadar satu hal. Pantas saja waktu SMA saya nggak pernah lolos di olimpiade kimia atau matematika. Jelas karena itu spesifik dan saya ternyata nggak ahli di bidang itu.
Lantas, apakah saya menyesal jadi seorang generalis?
Jelas saya pernah menyesal. Memasuki usia dua puluhan, saya sering mengutuk diri saya sendiri karena masa remaja yang cemerlang dulu. Karena di usia saya sekarang, saya malah sering bertanya, sebenarnya apa sih yang benar-benar saya kuasai? Semakin lama, saya semakin merasa seperti kehilangan jati diri. Dimulai dari perkuliahan, saya memilih jurusan yang cukup spesifik, Teknologi Pulp dan Kertas, yang tentunya akan membuat saya terjun ke bidang pekerjaan yang spesifik juga. Kemudian saya bertanya pada diri saya, “kenapa sih kok kayaknya gue nggak ahli ya di bidang ini?”. Belum lagi ketika teman-teman di sekitar saya, banyak yang termasuk ke dalam orang yang mastering di satu bidang, atau bisa kita sebut spesialis . Makin minder pastinya. Because I feel like I have nothing if we talk about mastery.
Saya punya banyak minat untuk mempelajari hal baru (yang sayangnya kadang tidak didukung konsistensi yang cukup). Saya tertarik sekali belajar menulis, mengarang, membaca, atau hal-hal yang berkaitan dengan seni seperti membuat ilustrasi sederhana, bernyanyi, bermain musik, dan masih banyak yang lainnya. Cukup banyak? Sangat banyak malah. Hal itu juga membuat saya lemah dalam personal branding. Ingin dikenal sebagai apa saya? Penulis, tukang doodle, tukang cover lagu asal, karyawan QC di perusahaan manufaktur, atau apa?
Tetapi, semakin sering berkontemplasi tentang hal ini, saya menyadari nggak selamanya jadi jack of all trades adalah hal yang buruk. Meskipun banyak yang bilang kalau untuk bisa berkarir dengan sukses, lebih baik jika kita menjadi master of something, tapi bukan berarti nggak ada kesempatan untuk orang-orang jack of all trades.
Tanpa sadar, skill-skill yang ada dalam diri (meskipun cuma sedikit-sedikit) bisa saling menunjang dan memberikan hasil yang baik. Kita cenderung bisa saling melengkapi dengan masing-masing skill yang ada tersebut. Belum lagi jangkauan relasi yang lebih luas. Kita bisa dan cenderung akan mencari tahu lingkaran yang sesuai dengan minat kita. Coba deh, kamu para jack of all trades perhatikan, kamu pasti punya banyak jaringan sesuai dengan minat kamu, kan?
Beberapa jack of all trades yang terkenal, antara lain adalah Leonardo da Vinci. Leonardo da Vinci adalah seorang pelukis, pemahat, ilustrator, industrial designer, arsitek, musisi, ahli matematika, engineer, geologist, juga penulis. Yang lainnya adalah Benjamin Franklin, yang mana merupakan seorang author, ahli teori politik, politikus, scientist, dan juga seorang diplomat.
Jadi, sebenarnya menjadi seorang jack of all trades bukan berarti membuat kita nggak bisa sukses dalam apa yang kita jalani. Sedikit tricky memang, tapi kita bisa memilih untuk fokus pada beberapa hal yang lebih kita minati, dan mengasah skill di bidang tersebut. Tentu saja, setelah kontemplasi panjang, jealousy dan envy yang sering banget saya rasakan terhadap para spesialis di sekitar saya, saya memilih untuk bersyukur menjadi seorang generalis, seorang jack of all trades. Tapi sekarang, saya ingin mengubah sebutannya. Bukan lagi “jack of all trades, master of none”. Tapi Jack of All Trades, Master of Many.
Kalau kalian termasuk tipe yang mana? Spesialis atau generalis?
Asep Rohimat
Nice post kak
Morris
Saya juga jack of all trades, tapi kalo dipikir itu karna kebiasaan kita yang seakan cepat puas, ketika kita sudah bisa suatu bidang tertentu kita jadinya ga ingin mendalami atau menekuninya, dan berpikir “okelah, sudah cukup bisa”, dan mulai melirik bidang lain yang ingin dipelajari :))
Kelebihan yang mendukung kita adalah cepat belajar dan adaptasi, jadi cepat bisa belajar hal baru, betul ga guys?
Bagus Aji
Paham banget nih saya. Karena saya juga salah satunya. Ternyata nggak sendirian ya, merasakan seperti itu.
Gusti
Apa yang anda rasakan benar terjadi kepada saya, banyak hal yg bisa saya lakukan tapi tidak ada yg dikuasainya. Saat saya mencoba untuk mendalami suatu bidang tertentu seperti ada perasaan “sudah cukup sampai disini”/”sepertinya terlalu rumit jika diteruskan” alhasil hanya membuat saya hanya sebagai manusia cukup tidak sebagai manusia handal. Menjadi generalis mungkin adalah kesialan buat saya. Hahaha