Ini bukan cerita pendek. Ini hanya sebuah dialog singkat, anggap saja sesuatu yang harus dimasukkan ke dalam bak sampah.
*
“Bu, aku ini orang seperti apa?”
Kalimat itu adalah kalimat pembuka percakapan Si Gadis dengan ibunya. Tentang dirinya, dan dinding yang mengurungnya sepanjang waktu.
“Kamu cerdas, cantik, hanya saja terkadang terlihat pemarah,” jawab ibunya pelan.
“Semua orang bilang begitu, tapi rasanya bukan itu, Bu.” Si Gadis tidak yakin. Ia tidak ingin mendengar kata cerdas, cantik, murah senyum, dan hal-hal baik lainnya. Karena diam-diam, ia meragukan semua yang diucapkan ibunya.
“Aku diam ketika seseorang marah padaku. Aku tidak peduli jika orang menggunjingku. Aku tersenyum ketika aku memiliki masalah. Aku lebih suka pergi seorang diri. Aku tidak punya teman—maksudku, sahabat. Aku akan menangis keras ketika aku tidak lagi bisa bertahan kemudian menjadi sama sekali tidak peduli pada sekitar. Aku yang dulu tidak seperti ini, bukan?” tanya Si Gadis.
“Dulu, kamu menyapa orang-orang yang kamu temui di sepanjang perjalananmu menuju sekolah, kamu akan memukul anak laki-laki yang mengganggumu di kelas, bercerita panjang lebar tentang sekolah ketika kamu tiba di rumah, kamu akan sangat senang jika kamu pergi bersama teman-temanmu, dan kamu selalu tersenyum di tengah banyak orang.”
“Aku ingin seperti dulu, Bu. Sekarang lebih sering terasa menyakitkan.”
“Jika sempat, coba berbicara pada dirimu di usia delapan belas tahun, tanyakan padanya mengapa ia membangun dinding tinggi-tinggi di sekitarmu sehingga kamu tidak dapat keluar? Kemudian, tanyakan padanya, bagaimana cara menghancurkan dinding itu agar kamu mampu membuka matamu lebih luas lagi.”
“Tapi, Bu, bagaimana bisa menghancurkan dinding itu?”
“Pertanyaannya mudah, tetapi yang bisa menjawab hanyalah si pembangun, Nak.”
Ada jeda lama sebelum ibunya melanjutkan kalimat, sekaligus mengakhiri percakapan mereka.
“Mungkin kamu bisa mencoba membuat pintu, daripada susah payah menghancurkan dinding yang sudah terlanjur kokoh itu. Jika kamu masih ragu untuk membiarkan orang masuk, biarkan mereka mengetuk. Lewat pintu, kamu bisa mengintip dulu, mana yang bisa kamu biarkan masuk dan mana yang belum bisa kamu biarkan masuk. Mungkin nanti, lambat laun daun pintumu akan terbuka semakin lebar untuk semua orang.”
Pangkalan Kerinci, 7 Oktober 2015
N. Firmansyah (@nfirmansyah_)
Sarat makna banget ini tulisannya. Lumayan bikin penasaran walau singkat.
dhamalashobita
Terima kasih, Mas Firmansyah, sudah dibaca cerita singkatnya.. 😀
Tulisan-tulisan Berdinding | #KampusFiksi
[…] “Semua orang bilang begitu, tapi rasanya bukan itu, Bu.” Si Gadis tidak yakin. Ia tidak ingin mendengar kata cerdas, cantik, murah senyum, dan hal-hal baik lainnya. Karena diam-diam, ia meragukan semua yang diucapkan ibunya. (Bagaimana Cara Menghancurkan Dinding, cerpen karya Dhamala, alumnus KF4. Cerita lengkapnya ada di sini.) […]