“If you can’t fly; run. If you can’t run; walk. If you can’t walk; crawl. But, whatever you do, you have to keep moving forward.” –Martin Luther King Jr.
*
Setiap dari kita pasti memiliki cita-cita, mimpi, keyakinan, tujuan hidup, dan lain sebagainya. Sebut saja semua itu sebagai visi. Masing-masing individu pasti memiliki hal yang berbeda tentang visi mereka dalam hidup. Seperti saya, saya memiliki cita-cita menjadi penulis, mimpi terbesar saya adalah membuat tulisan yang dapat menggugah hati pembaca. Mungkin ada yang bercita-cita menjadi polisi, membeli rumah mewah berlantai dua dengan halaman besar, dan lain sebagainya. Semua visi itu selalu sah dan kembali pada diri individu itu masing-masing.
Yang membedakan setiap individu adalah sebesar apa ia ingin, bertekad dan berusaha untuk mewujudkan visinya. Itu juga yang membedakan saya dan teman-teman saya. Ada teman saya yang sudah mengeluarkan tujuh, lima, dua, satu novel, tetapi saya? Belum sama sekali. Mungkin saya kurang mencintai dunia menulis. Begitu pikir saya. Coba tanyakan pada diri kita masing-masing, untuk apa kita berusaha mewujudkan visi dalam hidup kita? Apakah kita percaya bahwa visi tersebut akan terwujud suatu saat nanti? Jika kita percaya, saya rasa hal selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah mengetahui tujuannya dan mencintainya.
Hellen Keller pernah mengatakan, optimisme adalah kesetiaan yang membawamu pada sebuah pencapaian. Setelah kita mengetahui dengan jelas tujuan dari visi kita serta mencintainya dengan tulus, yang harus kita lakukan selanjutnya adalah optimis. Optimisme akan membawa energi positif yang membuat kita tidak kenal lelah dalam memperjuangkan visi kita. Saya terkadang merasa optimis, tetapi terkadang saya merasa pesimis. Sungguh. Saat pesimis, saya hanya berpikir bahwa mungkin menulis bukan sesuatu yang harus saya lakukan. Saya bertanya lagi seberapa besar saya cinta pada menulis, dan kemudian berpikir saya sudah melangkah beberapa langkah, mengapa harus kembali mundur ke tempat yang tidak membawa saya pada visi saya? Optimis. Walaupun seluruh dunia mematahkan semangat kita, setidaknya ada satu orang yang akan percaya pada kita, diri kita sendiri. Maka yakinilah diri kita sendiri bahwa kita bisa.
Selanjutnya adalah komitmen. Orang yang belum kukuh pada deskripsi tujuan dan kecintaannya pada visi mereka akan sulit untuk berkomitmen. Seperti sepasang laki-laki dan perempuan yang saling menyukai tetapi sama-sama meragukan perasaan mereka sendiri. Bagaimana dua orang seperti itu dapat sama-sama terhubung dalam satu benang merah bernama komitmen? Komitmen saya masih buruk. Saya pernah berkomitmen menulis setiap hari, tetapi kenyataannya saya tidak mampu menepati apa yang saya buat itu. Masih banyak hal-hal yang membuat saya mudah sekali jatuh, mudah sekali merasa kesal, emosi, dan akhirnya membuat saya berhenti bergerak. Itu adalah keburukan saya. Ayo kita mulai lagi berkomitmen dan jalani komitmen yang kita buat itu sepenuh hati untuk mencapai visi kita.
Selanjutnya, jika visi kita benar-benar kukuh, cobalah untuk tidak peduli pada apa pun yang terjadi di sekitar kita. Bukan, bukan dalam arti negatif, tetapi dalam arti positif. Jika ada sesuatu yang kita anggap mengganggu, yang membuat kita tidak nyaman, kondisi-kondisi, suasana-suasana yang menyebalkan, abaikan mereka untuk sementara waktu. Jangan bawa emosimu terhanyut karena hal-hal itu. Redam emosimu, kalahkan ia. Satu-satunya musuh terbesarmu adalah dirimu sendiri. Jadi, semua keadaan yang menyebabkanmu emosi bukanlah sesuatu yang menghambatmu. Yang menghambatmu adalah pikiran kita tentang hal-hal itu. Pikiran yang merespon pada hal-hal yang menyebalkan itu yang membuat kita terhambat. Seseorang pernah berkata pada saya bahwa kita tidak boleh kalah pada dunia. Biar dunia sedemikian rupa melawan kita, jika kita teguh pada visi kita, yakinlah bahwa kita bisa menang melawan dunia. Ah, saya juga masih harus belajar banyak mengenai yang satu ini.
Selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah berusaha. Make efforts dan berupaya keras melakukannya. Berhenti hanya mengharapkan tetapi lakukan apa yang bisa kita lakukan untuk menggapai mimpi kita.
Terakhir, jangan lupa rohani kita. Berdo’a dan berbuat kebajikan. Minimal jika pikiran dan hati kita kacau, lakukanlah kegiatan rohani agar hati menjadi tenang kembali.
Bandung, 14 Juli 2014
—dhamalashobita
***
Leave a Reply