credit pic : here
“My happy little pill, take me away. Dry my eyes, bring colour to my skies.” — Troye Sivan; My Happy Little Pill
∞
Si gadis milky way. Begitu aku menyebutnya. Terdengar lunak seperti semangkuk sereal yang kausiram dengan segelas susu cokelat memang. Tetapi jika ditelusuri lebih dalam, milky way tidak selunak yang kau kira. Selain hanya bisa dinikmati dalam kegelapan, menurutku, kecantikannya tidak terkira.
Mendatar, empat huruf, mempesona. Akan kuisi teka-teki silang itu dengan namanya. Jill.
Mungkin Four akan mengisinya dengan Tris, begitu pula sebaliknya, tetapi aku tidak peduli. Aku hanya akan mengisinya dengan Jill. Bukan karena dia begitu menarik di mataku. Sederhananya, karena dia adalah satu-satunya gadis yang mencoba bunuh diri di depan mataku, dan itu mengesankan!
Pertama kali aku bertemu dengan Jill, rambutnya berwarna hitam bergradasi hijau-biru, sepanjang pinggang dan dibiarkan terurai acak. Aku percaya dia tidak pernah mempunyai sisir di rumahnya. Maka kubulatkan tekad ketika ulang tahunnya di tanggal sebelas November nanti, akan kuberikan hadiah berupa sisir dan cermin kecil agar dia bersikap sedikit seperti seorang wanita—setidaknya dengan sedikit mengurus rambutnya yang kusut setiap saat. Minggu-minggu berikutnya jika kau bertemu dengan Jill, dapat dipastikan dia sudah mengganti warna rambutnya. Kadang menjadi gradasi berbagai macam warna, seperti abu-abu, violet, atau merah muda. Tapi tak jarang juga dia mengecatnya dengan warna cokelat polos tanpa gradasi.
Ketika aku pertama kali bertandang ke sebuah kamar kecil yang Jill sewa bersama beberapa orang, yang dia sebut teman tapi kurasa mereka adalah musuhnya, aku hanya melihat sebuah lemari yang nyaris seluruhnya berisi t-shirt hitam dengan berbagai macam tulisan di depannya, beberapa bahkan hitam polos. Sisa lemarinya diisi dengan dua buah jaket denim, satu jaket baseball, dan satu kemeja bermotif tartan. Jangan tanya perihal celananya. Sudah pasti isinya hanya ripped jeans dan hotpants yang jahitannya terlihat menjuntai di sana-sini. Sepatunya hanya Converse. Satu model tinggi berwarna merah, satunya berwarna biru dongker model pendek. Saking miskinnya selera fashion Jill, sampai-sampai aku berniat menyelinap ke kamarnya dan mengisi ulang lemari tersebut dengan beberapa pakaian. Selera fashion-ku tentu lebih baik daripadanya dan ah, kau perlu tahu, aku bisa menyelinap kapan saja ke dalam kamarnya karena Jill memberikan kunci cadangannya padaku.
Kesukaannya, tempat tinggi, bintang, berkaleng-kaleng Guinness, dan Troye Sivan.
Malam-malamnya dihabiskan di atap gedung-gedung tinggi di Brooklyn. Jill mengenal penjaganya hingga mudah saja baginya untuk duduk di sana hingga lewat tengah malam, minum beberapa kaleng bir, merokok, kemudian dia tinggal pulang untuk tidur. Jill tidak akan pergi ke klub malam hingga pukul dua pagi, menari di lantai dansa dengan laki-laki tua yang mencampakkan anak istrinya hanya untuk kesenangan semalam. Jill punya selera cukup tinggi masalah itu. Dia akan pergi ke klub malam hanya denganku, kemudian menarikku ke lantai dansa dan meninggalkanku sementara dia merayu pria tertampan yang ada di tengah lantai dansa.
Sudah lama sejak terakhir kali Jill berbicara dengan orang-orang yang dikenalnya. Kini Jill berharap dia tidak pernah mengenal orang-orang itu. Orang-orang dengan ekspektasi lebih, memakai topeng di sana-sini, para fakir sosial yang berubah menjadi ular berkepala dua di setiap komunitas, interaksi dengan tendensi tinggi, dan terakhir semuanya berubah menjadi bajak laut dengan dua mata tertutup. Berlagak buta. Karena itulah Jill benci memiliki teman. Tapi entah bagaimana, aku kini berstatus temannya.
Karena orang-orang itu, Jill tak jarang menyakiti dirinya. Tandai ini, ketika Jill tidak ingin membuka jaketnya bahkan ketika udara panas, berarti dia baru saja mengukir kulitnya dengan silet. Atau jika dia mengenakan hotpants dengan kaos kaki hitam panjang hingga atas lututnya, berarti dia baru saja menyayat kakinya. Sekarang sudah mulai berkurang. Ketika kami baru saja bertemu, kesenangannya untuk menyakiti diri sendiri lebih parah. Dalam kalutnya, si teman bernama Zoloft sudah tak lagi dapat membantu. Jill biasanya bilang bahwa dia butuh dosis yang lebih tinggi. Jangan dengarkan, Jill memang sudah terlalu sering menjadi gila.
Bagiku hidup Jill sebenarnya baik-baik saja jika dilihat dari kacamata kudaku yang tebalnya belum menyamai bagian alas botol wiski. Tetapi keinginannya untuk mengakhiri hidup melebihiku. Ini gila! Tetapi dari semua hal buruk yang kutahu ada pada Jill dan membuatku tertular efek buruk tersebut, aku menyukainya karena satu hal.
Jill tidak pernah khawatir dia akan berbuat buruk. Dia tidak suka mencuri, dia tidak membunuh, menipu orang pun tidak. Jill hanya menyakiti orang dengan kata-kata jujurnya dan seringkali masyarakat menganggap itu lebih buruk dari perbuatan kriminal lainnya. Ironis sekali.
Jika dulu setiap hari aku menghitung angka-angka di kalender menuju kematianku, kini aku mengagumi semangat hidup Jill untuk mati. Sudah berapa kali percobaan bunuh dirinya yang gagal dan karena itu, Jill malah semakin bersemangat untuk hidup satu hari lagi dan lagi. Mungkin tuhan menyayangi orang-orang jujur, maka dari itu Jill tak kunjung bisa mengakhiri hidupnya yang baginya terasa begitu berat. Maka kini, pada semangat hidupnya yang kian membara, aku menggantungkan asaku. Biar Jill yang membawaku—membawa kami—menuju ke akhir hidup masing-masing. Yang jelas, Jill kini mulai menunda keinginannya untuk mati karena daftar sialan yang dibuatnya, yang membuatku juga melupakan hitungan mundur yang divonis dokter padaku. Persetan dengan vonis.
Dalam kegelapannya, Jill sama sekali tidak membutuhkan cahaya, tapi Jill menjadi cahaya. Dalam kegelapannya, Jill mengubah dirinya menjadi indah. Maka kau harus mengerti mengapa aku memanggilnya gadis milky way. Oh ya, tolong jangan pernah katakan pada Jill jika aku berbicara begini panjang tentangnya. Jillian Noven tidak suka itu.
—Louis Sullivan
∞
- ditulis untuk Open Prompt Challenge : Namanya by Sher
- tulisan di atas ditulis dari pikiran Louis Sullivan
- kisah mereka bisa ditemukan di Stay Alive
- terima kasih bagi yang menyempatkan diri untuk membaca!
fikeey
mala, mala, mala, mala, aku seharian ini baca dua fiksi kamu and yessss, dua-duanya bikin aku baper (haha abaikan). firstly firssssst, karakter jill kill banget maaal gaboong deh :”kebayang banget di aku strong-nya dia, terus setiap kali dia ngomong jujur mengenai seseorang walaupun masyarakat di sekitarnya bilang kalo kejujuran bahkan lebih jahat dari kegiatan kriminal apa pun :” and then waktu mala nyeritain kalo jill sering nyakitin dirinya sendiri. heuuu penggambarannya miris banget dan sampe ke akuuu. DAAAAN :” aku kaget mal kalo ternyata si louis divonis yhaaaa :”( ya ampun aku suka deh yang seolah-olah si louis nih ngejadiin jill semangat dia buat hiduuup. yang tadinya dia ngitung mundur hari di kalender kapan mati, terus akhirnya ketemu jill. manis banget sumpah deh mal :”) malaaa ini bagus sekali ah. aku sampe bingung mau komen apa lagi huhu. keep writing malaaa! x)
dhamalashobita
Fika, halo! Hahaha. Jangan bosen ya sehari baca dua fiksi aku gini. :p
Jill emang killer abis. Aku yang nulis aja kadang kebawa perasaan kalau duh ini anak kok karakternya ngeri-ngeri sedap gitu ya. Hehehe. Lou memang jadiin Jill semacam semangat, soalnya ya gitu, vonisnya Lou.. bikin sedih :'( ini masih perlu banyak belajar, Fika. Terima kasih sudah mampir yaaa 😀
aminocte
Kak Mala, aku sukaa ceritanya. Penuturannya Lou nggak kalah jujur dibanding Jill dan aku suka mereka berdua. Aku ikut sedih karena vonis buat Lou.
Keep writing, ya, Kak 🙂
dhamalashobita
Halo, Ami. 😀
Iya, Louis nggak kalah jujur sama Jill dan mereka berdua emang serasi banget. Hahaha.
Makasih ya, Ami udah mampir baca. 🙂
S. Sher
KAK MALA. HALOOO. Maaf aku baru baca 🙁 Actually, gak percaya banget kak Mala mau ikut prompt iseng-isenganku, dan hasilnya ♥︎♥︎♥︎
Gimana cara Lou nyeritain tentang Jill itu manis dalam caranya sendiri, dan dia ngebuat orang kayak Jill kesannya strong abis. Terus awalnya aku mikir kan, ini orang macem Louis kenapa ngitung hari, apa iseng aja, terus divonis 🙁 sedih. Tapi masangin orang yang berbeda nasib, dan malah berminat punya nasib kayak satu sama lain itu seru!
Terus aku mau ngoreksi apa ya HAHAHA, abisan kalo dipikir-dipikira ini udah oke. Beberapa yang (gak penting banget) aja ya kak:
1. Mempesona itu bakunya memesona (yang me- + huruf KTSP luluh, tapi kalo P aku juga sering banget kelewatan LOL). Sering kali dipisah (CMIIW),
2. Pas disebutin Kesukaannya, mungkin lebih pas tanda bacanya “:” >>> Kesukaannya: tempat tinggi, …
3. Ada kalimat yang terlalu awal dipenggal, padahal dijadiin satu menurutku gak apa-apa. (ex, Sepatunya hanya Converse: satu model tinggi berwarna merah, … ;;; … berbicara dengan orang-orang yang dikenalnya, kini Jill berharap…).
4. Paragraf empat, IMO, shifting kalimatnya kurang alus, yang dari Louis bahas sisir dan tiba-tiba jadi ganti warna rambut he he he.
5. Dua line ini: Sekarang sudah mulai berkurang. dan Semangat hidup Jill untuk mati, menurut agak kurang… pas? Yang pertama itu, mungkin bisa ditambahin kalo yang berkurang kebiasaannya; yang kedua kesannya paradox, dia tiap hari hidup buat berusaha mati? Apa ini aku aja yang gak nyambung HAHAHA.
Pokoknya aku suka banget sama deskripsi Jill, karena karakter dia menurutku cukup complex tapi kak Mala berhasil ngebuat dia hidup, dan pandangan dari sisi Louis itu nyata banget. Sama, walaupun ini Jill, Louisnya berkesan juga X)
Makasih ya kak udah ikutan promptku dan keep writing 🙂
dhamalashobita
Halo, Sher! Wah, akhirnya yang punya hajat muncul di sini. Senangnya! 😀
Loh, kenapa jadi nggak percaya. Hahaha. Aku tertarik ikutan waktu lagi blogwalking ke blog-blognya senpainim. Hehehe.
Wah, saran-sarannya bagus banget, Sher! Aku coba perbaiki deh.
Terima kasih banyak ya.. 😀
Paragraf empat setelah kubaca lagi memang kurang mulus ya shiftingnya. Padahal mah intinya mau bahas rambut. Hahaha. ^^”
Buat line yang semangat untuk mati itu maksudku, setelah gagal bunuh diri, Jill jadi semangat hidup lagi besoknya karena dia pengin coba bunuh diri lagi. Gagal lagi, besoknya coba lagi. Tapi jadinya malah njelimet ya? Hehe. Makasih lagi saran yang ini, Sher!
After all, terima kasih sudah mampir dan komen tulisan tentang Jill ini ya, Sher. 🙂
S. Sher
Hahaha, aku bukan senpai apa pun kok, and honestly, aku penggemar tulisan kakak.
Yang semangat hidup aku juga mikirnya gitu, but yesterday I’m not sure, jadi kayaknya itu aku aja yang kurang nangkep hehehe.
S. Sher
Reblogged this on Scattered Lines and commented:
Ini soal Jill, si gadis milky way; an interesting character.
by dhamalashobita.
Hellen
Aku suka penggambaran louis disini tentang jill, dia seakan-akan memuja jill. Banyak ya emang orang yang jujur, tapi malah dianggep kriminal, sedih. Aku juga penasaran deh sama hitungan mundur yang di vonis dokter ke louis, dia sakit ya? Satu lagi, aku suka deh sama sebutan gadis milky way yang dikasih louis buat jill, manis banget. Keep writing ya kak!
myk
hai kak mala! akhirnya aku mampir yaa, kak 🙂 aduhh, maafkeun ini komennya lama bener, aku baru buka wp lagi buat baca (anyway, makasih udah sempatin komen di ‘Ago’ juga, kak. aku bakal balas komenan kakak^^)
balik ke cerita ini, aku suka gimana kak mala gambarin si Jill, gimana rutinitas si Jill. terus bagian luka sayatan, aku gabisa bayangin gimana parahnya hidup bagi seorang jill sampai sedepresi gitu. belum lagi tentang semangat hidup Louis setelah ketemu Jill. ini manis beneran deh, kak mala. pokoknya aku suka ih, kak 🙂
keep writing, kak mala :))
dhamalashobita
Halo, Ivana! 😀
Hidup Jill kurang lebih memang parah kalau dilihat dari tulisan Louis di atas. Hahaha. Duh, terima kasih banyak ya, Ivana, sudah mampir dan komen.
Aaaak! Aku senang rumahku dikunjungi senpai.. 😀
dhamalashobita
Halo, Hellen!
Terima kasih sudah mampir di sini. 🙂
Louis memang seakan memuja Jill, karena Jill bisa bangkitin semangat hidupnya sih. Hehehe.
Gadis milky way lucu ya. 😀
Sekali lagi, terima kasih sudah mampir dan komen.