“Jangan khawatir, Sayang. Saat ini aku masih setia, dan akan tetap setia.”
∞
Hujan sengaja membasahi jalan. Terik matahari menyengat kepala. Hujan tidak peduli meskipun ia membuatku basah, kemudian merasa sendu kala ia jatuh. Terik matahari tidak peduli kala ia menyengat kemudian membuat darahku naik ke ubun-ubun. Mereka tidak mengerti bagaimana emosi, yang harusnya terjadi, terjadilah.
Lalu kamu yang seolah mengerti segalanya, sayup-sayup menemani dengan setia.
Dalam suasana sendu kala hujan, nada-nada sayup yang terdengar lirih mengalun. Jikalau suasana hatiku terlalu buruk saat hujan turun, hentakan-hentakan kegembiraan bisa kupilih. Ketika matahari dengan teriknya menyengat, melodi riang menjadikanku ceria. Sesederhana itu di setiap cuaca yang hadir setiap harinya.
Ketika sekitarku terlalu ramai, kau membuat semuanya terdengar bisu, kemudian hanya kau dan aku yang mengarungi dunia berdua. Bersuara dan bernyanyi. Ketika kesepian hinggap, kau mengingatkanku bahwa aku tidak sendiri. Bahwa masih ada nada yang mengalun, menyusup ke indra pendengaranku.
Kesedihan, kebahagiaan, kesepian, amarah, cemas, rindu, khawatir. Emosi mana yang tidak pernah kau tahu dariku? Seolah-olah kau mengerti segalanya dan datang untuk membuatku nyaman. Aku bahkan bertanya-tanya, kapan aku akan bosan padamu? Mungkin nanti, jika telingaku sudah tak mampu lagi mendengar dan pita suaraku sudah tak bisa lagi berfungsi dengan baik. Mungkin nanti, jika tanganku tak lagi bisa memetik senar-senar gitar kayu yang menghasilkan suara sumbang. Mungkin kala itu, aku terpaksa meninggalkanmu.
Jangan khawatir, Sayang. Saat ini aku masih setia, dan akan tetap setia.
Terima kasih. Terima kasih telah menemaniku di saat tidak ada yang mampu menemani. Terima kasih telah memahami di saat tidak ada lagi yang mampu memahami. Terima kasih telah hadir di dunia. Duniaku maupun dunia yang lainnya. Semoga kau terus membuat dunia bersenandung bahagia dengan keberadaanmu.
Love,
Yang selalu jatuh cinta kepada nada.
Leave a Reply