“Terbanglah kalian sejauhnya, mengembaralah, dan kapan pun kalian rindu pulang, kami selalu membuka pintu untuk kalian berteduh, makan bersama, dan tertawa.” – Mbak Rina dalam pengantar Gadis 360 Hari yang Lalu
Sudah selang dua hari sejak berakhirnya #KampusFiksiEmas tanggl 15 Juni lalu. Err, apa yang harus saya tulis di sini? Pertama, apa itu #KampusFiksiEmas? #KampusFiksiEmas berisi para alumni #KampusFiksi yang cerpennya lolos pada seleksi #KampusFiksiEmas. Cerpen-cerpen kami bertemakan local wisdom yang berasal dari berbagai daerah seantero Indonesia. Yah pokoknya seperti itu garis besarnya. Kumpulan 20 cerpen tersebut dijadikan sebuah antologi cerpen berjudul Gadis 360 Hari Yang Lalu (sumpah, bukan Gadis Kamera 360, ya!).
Kami menjalani event #KampusFiksiEmas selama tiga hari terhitung 12 Juni 2014 – 15 Juni 2014. Apa yang membedakan acara #KampusFiksiReguler dengan #KampusFiksiEmas? Isi kegiatan di dalamnya yang pasti! Hari pertama, acara dibuka pukul delapan pagi, ada sambutan dari Bapak Edi Akhiles dan akhirnya pada pukul sembilan tiba saatnya peserta ditantang menulis cerpen dadakan selama 2,5 jam dengan tema yang diberikan panitia. 19 tema untuk 19 peserta (harusnya 20, tetapi minus Reni yang tidak dapat hadir karena sakit. Get well soon, Reni!) selama 2,5 jam.
Acara selanjutnya setelah makan siang adalah pengadilan karya oleh para editor Divapress, di antaranya Mbak Ita, Mbak Ayun, Mbak Misni, Mbak Ve, Mbak Rina, dan terakhir oleh Bapak Edi sendiri. Errr. Jangan tanya bagaimana perasaannya ketika karya kita disidang secara langsung seperti itu. Deg-degan pasti. Ditambah mati listrik saat karya saya diadili. Panas!
Dari pengadilan itu, ada beberapa poin saya simpulkan, saya harus belajar lebih banyak lagi. Harus berlatih lebih sering lagi! Kencangkan ikat kepala! Satu lagi adalah bahwa dalam menulis sebuah cerpen, kita juga tidak boleh mengabaikan unsur-unsur intrinsik seperti penokohan, alur dan latar cerita. Cuma cerpen sih, tapi kalau ada konflik tanpa penokohan dan setting yang kuat, bukannya cerita juga bisa terasa hambar?
Hari kedua yang kami—para peserta—lakukan adalah bedah novel The Alchemist karya Paulo Coelho dan mendengarkan materi dari Pak Edi tentang State of Mind. Ada banyak pelajaran dari dua kegiatan ini yang tidak bisa saya jabarkan satu per satu. Saya bingung sekaligus mencerna di saat bersamaan. Sekaligus menyerap apa yang bisa saya serap untuk dipikirkan kembali lagi dan lagi.
Kemudian pukul satu siang, kami semua pergi ke Kaliurang! Yeay! Kalau Bogor punya Puncak, Bandung punya Lembang, ya Yogyakarta punya Kaliurang. Gitu simpelnya. Kaliurang dingin, cukup setara dengan Lembang lah. Kami sampai kemudian bersantai. Sebelumnya kami dibagi menjadi beberapa kelompok dan diwajibkan menyumbangkan performance malam Minggu kemarin. Menghapal yel-yel dan drama singkat menjadi objek pengisi kegiatan kami sore itu.
Selanjutnya, ada sesi tukar kado sekaligus truth or dare yang diadakan oleh para peserta sendiri untuk mengisi waktu luang. Setelah makan malam, acara yel-yel dan drama singkat dari para peserta mulai dipertunjukkan. Dari drama horor Mas Adityarakhman dan kawan-kawan, kemudian drama kebetulan dari tim Kak Rezanufa, drama Bambang oleh tim Mbak Lia Nurida dan drama SENSASIONAL Kembres dari tim Mas Sayfullan. Keren! Dan karena acara itulah, #KampusFiksiEmas menemukan “jargon” baru! PANAS, SENSASIONAL, MENGGELITIK, FENOMENAL!
Setelah selesai, dilanjutkan lagi acara bakar-bakar jagung dan api unggun. Sekaligus menyambung tukar kado sesi dua. Para peserta juga bernyanyi bersama di momen malam Minggu itu. Suasana yang sungguh hangat dan ngangenin!
Ah, ternyata cerita saya sudah hampir sampai di hari ketiga. Pagi-pagi sekali kami berjalan kaki ke Tlogo Putri dan akhirnya mengikuti Lava Tour dengan jeep selama kurang lebih dua jam! W-O-W! Nggak kebayang sih bisa begini. Bagaimana rasanya? Seru! Mengunjungi Museum Sisa Hartaku, lalu ke lereng Gunung Merapi yang jaraknya hanya 3,5 km dari puncak, kemudian ke Batu Alien. Yah, kalau nggak ikut #KampusFiksiEmas juga mungkin saya nggak akan ke sana dalam waktu dekat ini. Dan yang lebih luar biasa dari itu semua adalah saya datang dengan teman-teman yang super! Teman-teman penulis yang semuanya keren dan mengagumkan, ditambah dengan sosok Pak Edi sekeluarga yang benar-benar mengagumkan.
Acara kami semua mungkin hanya berhenti di sana. Di sebuah tempat di Yogyakarta, tapi percayalah itu semua bukan akhir. Suatu saat ada saatnya kita pasti akan bertemu lagi. Mungkin di acara peringatan hari jadi #KampusFiksi saat para alumninya sudah berjumlah ribuan! Wah, pasti akan dahsyat sekali! Kalau kata Mas Wahyu, tidak ada pertemuan yang sia-sia. Kalau di film Cinta Pertama bilang, “Tidak ada pertemuan yang abadi. Begitu juga dengan perpisahan. Tidak ada perpisahan yang abadi.” Jika tidak ada perpisahan yang abadi, niscaya kelak kita akan bertemu lagi.
Terima kasih Bapak Edi Akhiles dan keluarga atas momen berharga beberapa hari lalu itu. Terima kasih keluarga besar Divapress dan #KampusFiksi. Terima kasih teman-teman peserta #KampusFiksiEmas. Tetap ingat saudara kalian yang paling kalem ini, ya. Akhir kata, err, aku kangen kalian semua! Sampai bertemu lagi di lain kesempatan. 🙂
Bandung, 17 Juni 2014
Leave a Reply