Judul : Magi Perempuan dan Malam Kunang-Kunang
Penulis : Guntur Alam
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan Pertama, Agustus 2015
Tebal : 176 halaman
ISBN : 978-602-03-1939-1
Kategori : Kumpulan Cerpen
∞
“…dan tahukah kalian kunang-kunang itu lahir dari apa?”
“Kuku orang mati.” – Magi Perempuan dan Malam Kunang-kunang, hlm. 11-12
∞
Bacaan saya biasanya berkisar pada naskah-naskah roman dewasa muda yang membawa imajinasi melayang sedikit jauh dan membuat emosi teraduk-aduk. Tapi tampaknya kali ini saya harus keluar dari zona nyaman itu. Perempuan, dengan kenampakannya yang manis, lemah lembut, dan identik dengan keindahan, sebenarnya tidak sekadar menyimpan keindahan. Ada misteri yang sebenarnya bisa saja tersembunyi rapat dalam dirinya.
Apa-apa tentang perempuan bukan hanya perkara kemolekan tubuh, seksualitas atau hal-hal lain yang terpikir di benak tentang perempuan. Saking kompleksnya perempuan, Guntur Alam sampai menguliknya khusus dengan rentetan cerita pendek yang dibungkus dalam satu buku.
- Peri Kunang-kunang
- Tem Ketetem
- Malam Hujan Bulan Desember
- Maria Berdarah
- Gadis Buruk Rupa dalam Cermin
- Tamu Ketiga Lord Byron
- Dongeng Nostradamus
- Boneka Air Mata Hantu
- Tentang Sebatang Pohon yang Tumbuh di Dadaku
- Dongeng Emak
- Almah Melahirkan Nabi
- Kastil Walpole
- Hari Tenggelamnya Van der Decken
- Sepasang Kutu, Kursi Rotan, dan Kenangan yang Tumbuh di Atasnya
- Lola
- Kotak Southcott
- Kematian Heartfield
- Tiga Penghuni dalam Kepalaku
- Hantu Seriman
- Anak Pintaan
- Lima Orang di Meja Makan
Satu per satu cerita pendek yang dibawakan Guntur Alam membawa saya menyelam ke dunia lain, dunia yang tidak melulu soal romansa perempuan. Banyak mitos, legenda, juga kisah di balik dongeng yang meskipun fiktif, mampu membuat saya merasa kisah itu begitu nyata.
Beberapa cerpennya berlatarkan Tanah Abang, kampung halaman penulis di Sumatera Selatan. Dalam cerpen Peri Kunang-kunang, Tem Ketetem, dan Hantu Seriman, penulis berperan sebagai penutur yang seolah tengah memberikan maklumat sebelum saya sebagai pembaca tinggal di Tanah Abang.
Cerpen-cerpen lainnya yang bernuansa klasik terjemahan tidak membosankan. Membaca peralihan tulisan dengan bumbu Melayu ke tulisan bernuansa klasik tidak membuat saya terganggu. Dongeng-dongeng klasik yang seolah mempunyai side story membuat saya terkesima. Misalkan saja kisah Ratu Revenna yang menggantikan putri salju dalam cerpen Gadis Buruk Rupa dalam Cermin.
Dalam cerpen Tem Ketetem, saya begitu menyukai perumpamaan yang digunakan penulis untuk mendeskripsikan seorang gadis molek bernama Ketetem. Begitu nyata, seolah menghipnotis para pembaca untuk ikut menggambarkan apa yang dituliskan dalam buku.
“Apa kau tahu arti mencintai?”
“Mencintai adalah membebaskan rasa yang ada di dalam hati.” – Magi Perempuan dan Malam Kunang-kunang, hlm. 69
Pada cerita Tentang Sebatang Pohon yang Tumbuh di Dadaku, sedikit tragis meskipun ceritanya tidak begitu menonjol dibandingkan yang lainnya. Namun pada bagian ini, saya begitu menyukai kalimat-kalimat percakapannya. Begitu indah, dan menyentuh hati.
Dari dua puluh satu cerita pendek yang ada, saya begitu terkesan dengan cerpen Tiga Penghuni dalam Kepalaku. Kisahnya berbeda dengan kisah-kisah lainnya yang serupa dongeng, mitos atau legenda. Kisah yang satu ini terasa nyata, memiliki sisi psikologi yang menarik sebagai topik cerita. Ditulis dengan apik, mencekam, juga tidak mudah diterka akhirnya.
Magi Perempuan dan Malam Kunang-kunang cocok dibaca untuk kalian yang bosan dengan cerita cinta melulu. Ini bukan jenis bacaan ringan yang menghibur memang, tetapi juga bukan jenis bacaan yang dapat membuat kening kita berkerut hingga wajah terlihat jelek. Untuk para pembaca tulisan-tulisan mainstream romance, buku ini, yang berisi cerita-cerita sedikit fantasi, horor, dan thriller ringan, mungkin dapat dijadikan bacaan untuk keluar dari zona nyaman kalian.
Stars to give :
Leave a Reply