“I forgive you. Not for you, but for me. Because like chains shackling me to the past I will no longer pollute my heart with bitterness, fear, distrust, or anger. I forgive you because hate is just another way of holding on, and you don’t belong here anymore.” – Beau Taplin
*
Saya pernah bertanya dalam hati, adakah manusia yang tidak pernah merasa sakit hati barang sedikit pun? Rasa-rasanya mungkin tidak ada. Setiap orang pastinya pernah mengalami sakit hati—entah apa penyebabnya. Bahkan ketika saya mengenal seorang kawan yang sungguh baik hati, kawan itu juga pernah merasa kesal dan menyimpannya walau tidak dalam jangka waktu yang lama. Setelah itu, mungkin yang membedakannya dengan orang lain adalah si kawan itu lebih cepat membuang sakit hatinya, melupakannya begitu saja sehingga ia tidak lagi merasa tersiksa karena sakit hati yang dialaminya.
Siapa yang bisa menghindari sakit hati sebenarnya? Kekesalan terhadap orang lain, atau apa pun sebutan lainnya, yang intinya adalah sesuatu yang membuat perasaan kesal, kecewa, marah, dan semua hal negatif yang ada dalam diri kita seolah terkuak ke permukaan. Hal tersebut jelas tidak bisa kita hindari. Lalu, apakah ada obatnya?
Menyimpan sakit hati sebenarnya sama seperti menyimpan batu di saku celana atau baju kita. Semakin banyak batu yang kita simpan dan bawa, maka semakin berat beban yang kita pikul ketika kita berjalan. Pun dengan perasaan kesal atau sakit hati terhadap orang lain, jika kita menyimpannya semakin banyak, maka semakin berat beban yang akan kita alami setiap hari kita menjalani hidup. Bayangkan jika setiap hari kita merasa kesal pada satu orang, anggap kita harus meletakkan satu batu pada saku pakaian kita. Maka dalam 30 hari, kita sudah mengantongi 30 batu. Jika rasa sakit hati, kekecewaan, dan rasa kesal itu kecil, bayangkan 30 batu kecil berada di saku pakaian kita. Tetapi jika tingkat kekesalan dan kekecewaan itu bervariasi, maka bayangkan batu dengan berbagai macam ukuran berada di saku pakaian kita. Pasti akan terasa sangat berat.
Dengan batu-batu itu, setiap hari kita pasti akan semakin kesulitan dalam berjalan dan beraktivitas. Ada yang mengganjal dan lain sebagainya. Kita tidak akan bisa lupa jika batu-batu itu ada di saku kita. Mereka membuat fokus kita terpecah karena kita sudah dipusingkan dengan bagaimana menahan beban yang batu-batu itu berikan pada kita.
Sementara itu, memaafkan seperti membuang batu-batu yang ada di dalam saku kita. Ketika kita membuang satu batu ke jalan, kita akan mengurangi sedikit beban yang kita pikul. Melupakan batu itu kemudian melanjutkan perjalanan. Begitu seterusnya hingga batu yang ada di saku kita habis.
Jika kita berpikir bahwa memaafkan seseorang itu sulit, bayangkan lagi tentang memikul batu-batu yang berat itu. Siapa yang akan mengalami kesulitan? Diri kita sendiri atau orang yang membuat kita seperti itu? Memaafkan adalah jalan untuk membebaskan diri kita dari belenggu, dari rantai yang selama ini sudah mengikat kita. Memaafkan mungkin juga mengenai bagaimana menghadapi rasa takut, kesulitan, beban, dan hal lainnya yang menyita pikiran dan waktu kita.
Jadi, apakah kamu akan tetap menyimpan batu dalam saku, atau membuang dan melupakannya? Pilihan ada di tanganmu.
Cheers,
dhamalashobita
Leave a Reply