
It’s been a looooong time since people called me ‘multitalented’. Sudah lamaaaa banget juga sebutan itu menghilang dari saya. Sampai beberapa waktu belakangan, saya kembali mendengarnya
It’s been a looooong time since people called me ‘multitalented’. Sudah lamaaaa banget juga sebutan itu menghilang dari saya. Sampai beberapa waktu belakangan, saya kembali mendengarnya
Ada dua jenis kepribadian seseorang dalam mengawali tahun yang baru. Pertama, seseorang yang merencanakan tahun barunya dengan target-target baru atau dengan satu goal yang harus dicapai. Sementara orang yang lainnya mungkin adalah tipe happy-go-lucky yang menjalani tahun baru seperti tahun-tahun biasanya. Tidak ada target-target spesifik untuk tiap tahun yang akan berganti. Saya yakin kedua-duanya tidak keliru. Kita selalu punya prinsip yang berbeda sebagai individu dalam menjalani hidup.
I never thought that 2019 will end this fast.
Rasanya baru kemarin sayamenulis postingan untuk akhir 2018 dan sekarang tiba-tiba 2019 sudah mau berakhir. Apa cuma aku yang merasa kalau 2019 ini begitu cepat berlalu dan akhirnya merasa belum siap meninggalkan 2019 yang juga menutup dekade ini.
Photo by David Dibert on Unsplash
.
.
26. have you ever realized that you’ve been living this long?
Hari Perempuan Internasional mengingatkan saya pada para perempuan-perempuan hebat yang berada di sekitar saya. Bukan, mereka bukan Frida Kahlo, Najwa Shihab, atau Ibu Sri Mulyani. Tapi saya tahu mereka tidak perlu menjadi Frida Kahlo, Najwa Shihab, atau Sri Mulyani lainnya untuk dapat menjadi wanita hebat.
Saat saya memulai tulisan ini, saya nggak tahu apakah bisa menyelesaikannya sebelum tahun 2018 berganti.
Apakah kamu sudah merasa bahagia beberapa waktu belakangan?
Topik tentang kebahagiaan ini saya akui bukan perkara gampang untuk dicapai atau dirasakan. Berapa dari kita yang mungkin masih kesulitan mendefinisikan kata bahagia bagi diri kita sendiri. Saya sendiri masih merasa seperti itu. Jika saya sendiri mencoba menjawab di atas, saya akan jawab “belum”.
Sejak album baru BTS, Love Yourself: Tear, dirilis dengan title track Fake Love, 18 Mei lalu, saya mendengarkan lagu itu nyaris setiap hari. Selain untuk menambah jumlah stream di Spotify, alasan utamanya adalah karena lagunya yang memang adiktif sekali di telinga saya. Meskipun saya mencak-mencak ketika memainkan lagu itu di Superstar BTS. Ya gila sih, lagu versi full di game harus diulang sampai 15 kali. Mau muntah nggak, tuh.
Anyway, sebenarnya apa kaitannya judul tulisan ini dengan lagu baru BTS? Jika kamu ada di dunia BTS bersama para Army, kamu mungkin sudah tidak asing dengan teori dan analisa lirik. Tapi saya lemah masalah teori ataupun analisa lirik. Tulisan ini hanya pemikiran yang bertengger berhari-hari selama mendengarkan Fake Love.
“You left plenty of room for what might happen, and somehow lost track of what was happening.”
*
Beberapa orang mungkin pernah mempunyai mimpi yang besar, jauh sebelum kita tumbuh dewasa. Jauh sebelum masalah mengenai iuran-iuran bulanan dan pandangan orang lain menjadi sesuatu yang harus dipusingkan nyaris setiap hari. Jauh sebelum pikiran kita dipenuhi dengan hal yang itu-itu saja, yang sebenarnya bukan merupakan standar kehidupan.
I used to have a big dream, and still do. Until I realize, “why am I living in such an ordinary life? I could be better than this.”. Then I forget how to dream again.
“Make yourself a priority once in a while. It’s not selfish. It’s necessary.”
*